Thursday 28 December 2017

Gowes Purwokerto-Purbalingga


Pendopo Dipokusumo Kabupaten Purbalingga (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Libur akhir pekan, waktunya menyegarkan otak dan tubuh kembali. Minggu ke-3 November lalu, saya "nekat" bersepeda sendiri ke Purbalingga... dan Alhamdulillah kembali dengan sehat wal'afiat. Sebenarnya, tekad gowes telah saya rencanakan sejak bulan September, yang akan saya kerjakan dengan sebuah syarat: harus dilakukan ketika penelitian usai!

Awalnya, akan ada seseorang yang akan menemani dengan sepeda motor, khawatir saya menyerah di tengah perjalanan. Namun, akhirnya pun saya hanya berangkat seorang diri. Saya berangkat pukul 06.25, keluar dari tempat parkir penghuni asrama.

Rute yang saya tempuh merupakan jarak terpendek Purwokerto menuju Alun-Alun Purbalingga, rute biasa saat saya mengambil sampel untuk penelitian.  Jika melalui jalur Sokaraja, jarak tempuh lebih panjang dan tentu saja khawatir "nyasar" karena kondisi jalurnya sangat "berbeda."

Mulai dari Jalan Dr. Soeparno, atmosfer "weekend" begitu terasa, saya jumpai sekelompok pesepeda  ke arah selatan. Sedangkan yang beberapa orang asyik jalan-jalan, jogging, dan ada juga pemotor yang telah rapi dengan kostum olahraganya.

Mengikuti Dua Pesepeda di Jalan Gn. Slamet (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 Ketika melintasi Pertigaan Jalan A. Jaelani-Jalan Dr. Soeparno, ada 2 orang pesepeda di depan. Sepeda yang mereka kayuh melaju dengan santai. Saya "mengekor" di belakang hingga ujung Jalan Gn. Slamet, Pabuaran. Berharap kami searah untuk beberapa waktu, tetapi di pertigaan saya bertolak ke timur sedangkan mereka ke arah sebaliknya.

Sepanjang jalan ke arah timur, lebih banyak rombongan pesepeda yang melaju. Ada yang melambaikan tangan, ada yang melempar senyum, ada yang tidak melirik sedikitpun, dan ada pula yang menyapa "halo!" meski berkemudi. Tentu saja, saya tidak mengenal mereka: satu pun. Hal tersebut adalah satu bonus bagi sesama pesepeda. Saling sapa.

Jalur yang saya lewati cukup nyaman meskipun merupakan salah satu jalur utama Banyumas-Purbalingga. Selain volume kendaraan bermotor yang tidak terlalu tinggi, sisi kanan-kiri jalan juga didominasi lahan persawahan. Bahkan, saat memasuki Purbalingga udara terasa lebih sejuk. Pohon-pohon peneduh menaungi banyak bagian, dan juga mungkin faktor ketinggian tempat.

Melintasi Salah Satu Jalur Hijau (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Lebih dari setengah jam mengayuh, saya berhenti dan menepikan kendaraan. Melenturkan otot usai mengayuh di jalan yang bergelombang (dan terlalu lama-5 bulan-bergelut di laboratorium). Setelah merasa cukup, saya kembali memacu pedal sepeda.

Memasuki wilayah kota, ibukota Kabupaten Purbaligga, langit mulai berangsur kelabu. Jalanan masih terlihat sepi, hanya sedikit kendaraan yang berlalu-lalang. Saya kira karena Car Free Day, jalan tersebut memang sudah mendekati alun-alun. Jalur pedestrian di kanan-kiri jalan tampak masih baru, belum lama dibangun. Serbuk-serbuk semen bertabur di permukaan.

Suasana Pagi Mendekati Alun-Alun Purbalingga (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 
Panggung Peringatan Hari Guru dan HUT PGRI Purbalingga (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Beberapa ratus meter sebelum menjagkau alun-alun, saya merasa ada satu "keinginan" yang tidak akan terlaksana pagi tersebut. Ya... Alun-alun memerah. Rupanya ada peringatan Hari Guru dan HUT PGRI. Semula berniat akan memarkir sepeda di hamparan rumput, kemudian rebahan di sebelah sepeda #niat. Yasudahlah.

Karena tidak mungkin membawa sepeda "naik" ke alun-alun, saya memilih untuk memarkirnya di halaman Masjid Agung Purbalingga yang terletak di seberang jalan, sebelah barat alun-alun. Rintik-rintik ringan mulai turun. Akan tetapi, tidak bertambah intensitasnya.

Sepeda saya parkir di dekat pos penjagaan, beberapa meter dari pintu gerbang. Saya berjalan  menuju Museum Prof. Dr. Soegarda Poerbakawatja, di depan pagarnya terparkir puluhan sepeda yang didominasi sepeda tua. Suasana di depan museum juga tidak kalah ramai. Saya duduk di salah satu lantai semen tinggi pada area parkir, menjauhi kerumunan.

Sebelumnya, hanya ada dua orang yang duduk bersebelahan dengan saya. Beberapa saat kemudian datang seorang laki-laki paruh baya sembari menyapa dua orang di sebelahku di atas motornya yang melaju lambat. Mungkin kolega di tempat kerjanya. Usai parkir, beliau mendekat ke arah kami bertiga dan mengajak saya bersalaman. Bingung, tapi ya bagaimana lagi. Dikira saya peserta jalan sehat juga 'kali, ya?

Halaman Museum Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pintu tengah museum dipenuhi oleh kerumunan orang, saya urung untuk masuk. Saya juga tidak tahu apakah museum melayani pengunjung atau tidak. Kemudian saya berjalan mengitari alun-alun yang telah "memerah". Karena tidak ada kawan mengobrol, saya memutuskan kembali ke masjid.

Di dalam masjid, tampak sedang diadakan kajian. Gerimis mulai meningkat intensitasnya. Saya beristirahat di beranda masjid sebelah kiri dan mengamankan sepatu di bawah naungan atap penghubung tempat wudu dan beranda. Setelah berwudu, saya salat duha. Salah satu marbut (penjaga, pengurus) masjid meminta saya mengerjakan salat di lantai 2, beberapa saat kemudian dilangsungkan ijab-kabul pernikahan.

Usai salat, saya kembali duduk di beranda masjid sebelah kiri. Di sebelah kanan saya, duduk ibu-anak yang sedang menikmati snack, lalu menawarkannya kepada saya. Sedangkan di sebelah kiri, belasan gadis remaja (MTs-SMK, berdasar seragam) berdesakan di pintu masjid, mereka heboh merekam-memotret prosesi ijab-kabul yang tengah berlangsung. Huh, dasar kids zaman now!

Masjid Agung Daarussalaam Purbalingga (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Lebih dari setengah jam, hujan mulai reda. Saya memtuskan untuk kembali pulang ke Purwokerto. Tiba di depan SMAN 1 Purbalingga, hujan kembali turun. Karena intensitasnya masih ringan, saya mengenakan topi dan masker sebagai pelindung, tanpa jas hujan.

Kondisi ban belakang sepeda karena sudah seminggu lebih belum ganti angin, padahal hampir setiap hari dikendarai. Saya berhenti di sebuah bengkel. Sang pemilik langsung keluar setelah saya mengucapkan salam dua kali.

Ban sudah ganti angin dan saya mulai membelokkan setang sepeda, tiba-tiba pemilik bengkel menanyakan asal dan tujuan bersepeda. Biasanya, orang-orang akan heran jika menjumpaiku bersepeda dengan jarak yang lumayan jauh dan sendirian. Tetapi, kali ini aku yang heran. Beliau pemilik bengkel justru berkata, "Wah, bagus. Hati-hati di jalan, ya!"

Satu jam lebih, perjalanan kembali ke Purwokerto berakhir. Langit berhias matahari terik. Tampak tidak ada bekas hujan yang turun sejak pagi.

Menara Mafaza dan Gn. Slamet Tertutup Awan, dari Lt. 5 Asrama (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 Istirahat di asrama, naik ke lantai 5. Alhamdulillah!







Note:
Mafaza = Masjid Fatimatuzzahra (Grendeng, Purwokerto Utara)


Sketsa Bunga Mawar